Diary of Alfarabi, Sharing Stories, Weekend List

Kemah Ceria di Ranca Upas

Liburan ke Bandung sudah usai dari seminggu yang lalu, tapi hati dan jiwa rasanya masih terpaut di sana, karena raga belum bisa terima realita hahahaha 😂

Di suatu malam yang dingin, tiba-tiba saja terpikir serunya mengajak Abi berkemah. Tidak lain karena dia seneng banget main di tenda sirkus buatan Ikea.

Ayah dan ibunya sering banget di ajak masuk, cukup muat sih ya buat bertiga tapi jadi sesak kehabisan oksigen kalau kelamaan main di dalam 😑😑.

Akhirnya, saya dan ayahnya merasa inilah saatnya mengajak Abi merasakan kemah yang sesungguhnya *uhuk* .

Tepat dua bulan kemudian, rencana sudah matang tersusun tanggal pun sudah mantap di pilih. Sayangnya yang tidak terpikir sebelumnya adalah, bulan November sudah memasuki musim penghujan.

Awalnya kami ragu, tapi dengan mengucap basmallah sambil berpegangan tangan mesra kami yakin siap untuk berangkat *lebay* 😝

Hari yang dinanti pun tiba, 14 November 2017 kami berangkat ke Bandung jam 5 pagi dengan Argo Parahyangan. Duduk di kursi eksekutif memang tiada duanya, perjalanan pertama ke Bandung dengan kereta jadi sayang membahagiakan 😍.

Baca juga : Bahagianya Naik Argo Parahyangan (Bag.1) dan (Bag.2)

Setelah melewati 3,5 jam perjalanan, sampai lah kami di Stasiun Bandung. Kami segera menemui kurir yang mengantarkan motor yang kami sewa.

Menjelajahi Bandung Selatan dengan motor buat kami adalah pilihan yang tepat, selain lebih cepat dan bisa selap-selip. Rasanya ada tantangan tersendiri, menghadapi jalan berkelok di seputaran Ciwidey 😍.

Berangkat jam 10 dari Stasiun Bandung dan berhenti di beberapa supermarket, demi menuruti Abi yang bolak-balik ingin turun, entah beli minuman ringan atau sekedar snack yang sebenarnya sudah ada di perbekalan 😅.

Setelah melewati Ciwidey Valley dengan icon gunung berapi si sebelah kanan dan Kawah Putih di sebelah kiri jalan.Akhirnya kami sampai di gapura besar bertuliskan Kampung Cai Ranca Upas jam 1 siang.

Cuaca di sana lumayan mendung disertai hawa dingin yang ikut menyelinap masuk ke dalam jaket kami. Dingin-dingin seneng gimana gituuu 😽😽

Harga tiket masuk ke Kampung Cai Ranca Upas sebesar 10 ribu per orang, tarif untuk berkemah di sana juga 10 ribu per orang. Harga parkir motor 2 ribu rupiah dan mobil 4 ribu. Sangaaat bersahabat (dengan dompet) 😍

Kang Ahmad petugas yang ada di loket, membantu kami yang ingin menyewa tenda untuk bermalam. Lagi-lagi kami dibuat tenang dan senang karena harga yang ditawarkan murah meriah 🙌

Kami menyewa tenda berkapasitas 3 orang, sebuah matras dan 3 buah sleeping bag seharga 215 ribu. Jika ingin sekalian membeli kayu bakar dikenakan 15 ribu per ikat, lumayan bisa menghangatkan badan di malam yang dingin 😳

Kami pun mantap memilih untuk mendirikan tenda tidak jauh dari danau, setelah memilih lokasi dan memastikan tempat tersebut tidak akan tergenang jika terjadi hujan deras.

Kang Ahmad datang membawa tenda dan perlengkapan tempurnya. Kurang lebih 10 menit, tenda kami sudah berdiri tegak. Ayah Abi segera merapikan bagian dalam tenda, menyusun sleeping bag dan menyusun barang bawaan kami.

Karena dari Jakarta menuju Ranca Upas lebih dari 5 jam perjalanan, kami pun istirahat sejenak yang akhirnya malah ketiduran sampai jam 4 sore 😅 terlelap karena udara dingin dan hujan rintik-rintik.

Sesuai rencana yang telah kami buat, kami berniat menikmati sunset di Pinisi Resto, Glamping Lake Side. Berangkatlah kami sekitar jam 5 sore ke arah Situ Patenggang, melewati kebun teh yang sangat indah di kanan kiri jalan.

Sempat beberapa kali kami menghentikan perjalanan untuk sekedar mengambil foto atau merekam gambar, pemandangannya luar biasa menawan dan memanjakan mata.

Cuaca sore itu yang diwarnai rintik hujan ternyata berlanjut hingga malam hari, tiba-tiba saja saat kami ingin kembali ke perkemahan dari Glamping Lake Side tiba-tiba hujan turun sangat deras.

Hampir satu jam kami menunggu, tapi hujan tak kunjung reda. Akhirnya, kami memutuskan untuk menerjang badai bersama Abi 😁😁

Beruntungnya motor yang kami sewa juga menyediakan jas hujan 2 buah, saya memakai sepasang jas hujan, sedangkan Abi memakai jaket saya yang hampir menutupi seluruh badannya dan ayahnya memakai sepasang jas hujan model ponco, lumayan bagian belakangnya bisa menutupi Abi yang duduk tengah.

Baca juga : Sewa Motor di Bandung Tanpa Ribet

Hujan yang sangat deras dan gelapnya malam yang hanya mengandalkan cahaya bulan, karena sepanjang jalan dari Situ Patenggang ke Ranca Upas tanpa lampu penerang jalan 😰😰

Tak hentinya saya berdoa agar kami selalu dalam perlindungan Tuhan, kembali melewati kebun teh dan jurang di tepi jalan membuat jantung kami rasanya berdetak lebih cepat jutaan kami.

Alhamdulillah tidak sama 30 menit kami sampai di depan gerbang Kampung Cai Ranca Upas, lemas sekaligus lega rasanya 🙏

Sepanjang malam hujan terus turun, Abi yang sudah tertidur sejak perjalanan dari Situ Patenggang makin terlelap. Meski di luar hujan cukup deras, tapi tenda yang kami tempati sama sekali tidak bocor hanya mengembun dibeberapa bagian karena udara luar sangat dingin.

Kami bertiga tidur di dalam sleeping bag masing-masing, rasanya hangat dan menenangkan. Ini pertama kalinya kami berkemah dan merasakan tidur di dalam tenda, ternyata menyenangkan sekali 😁

Walau sempat khawatir Abi tidak bisa tidur atau merasa tidak nyaman, ternyata dugaan itu sama sekali berbeda. Sayangnya karena hujan kami tidak bisa melihat milky way, karena langit tertutup awan.

Jam 4 pagi alarm berbunyi, saya sengaja ingin bangun lebih pagi agar bisa melihat sunrise yang muncul di balik bukit. Ternyata hingga jam 5.30 matahari masih malu keluar, lagi-lagi terhalang awan mendung.

Tapi tak apa, saya akhirnya keluar dari tenda dan banyak mengambil gambar untuk video yang akan kami buat 😁

Ranca upas memang terbukti pemandangannya menyejukkan mata, tak hentinya saya terdiam mencoba meresapi keindahan alam yang ada.

Jam 8 pagi setelah semua bangun, kami memutuskan untuk sarapan di warung-warung yang ada di tanah lapang dekat penangkaran rusa. Setelah sebelumnya terjadi kehebohan didalam tenda karena ternyata Abi mengompol 😌😌

Kami pun jadi gotong royong membereskan tenda, untungnya sleeping bag yang Abi tiduri dapat menampung air dengan cukup baik 👍

Jadi kami hanya membasuhnya dengan air bersih dan mengelapnya dengan tissue basah hingga kering, tidak ada sedikit pun yang membasahi tenda. Duh, PR banget deh kalau sampai kena semua 😅

Dua mangkuk cuangki + mie beserta dua gelas teh panas dan sepiring nasi menemani kami sarapan pagi itu, hawa dingin masih mencoba masuk ke dalam jaket yg kami pakai, untungnya kami menyantap makanan yang juga bisa menghangatkan tubuh.

Warung-warung di sana buka 24 jam, selain menjual makanan dan minuman juga menyediakan perlengkapan berkemah seperti lampu petromaks, tenda, kayu bakar dan berbagai perlengkapan lain.

Bahkan topi kupluk, sarung tangan, sandal jepit juga tersedia di sana. Pokoknya lengkap ! Toilet umum di sana pun bersih, yang satu di dekat dekat tempat parkir motor dan yang satu lagi di belakang danau. Musholanya pun besar berada tidak jauh dari tempat parkir mobil.

Setelah sarapan kami, mengunjungi penangkaran rusa. Biaya untuk membeli pakan rusa berupa wortel/ kangkung 10 ribu per ikat, juga disewakan sepatu boots untuk dipakai selama di penangkaran harganya 29 ribu per pasang.

Karena sedang ada kegiatan Jambore, jadi pengunjung di sana lumayan ramai. Ada yang memberi makan rusa atau sekedar berfoto ria di sana.

Kami pun tidak berlama-lama, setelah selesai mengajak Abi memberi makan rusa, kami segera pergi ke kolam renang air hangat di sebelahnya.

Untuk kolam renang ini, biaya masuknya 15 ribu per orang. Air di dalam kolam suhunya sekitar 30 ℃, terdapat dua bagian kolam yaitu untuk anak-anak yang panas airnya lebih terasa sedangkan kolam dewasa airnya terasa seperti hangat-hangat kuku saja, mungkin karena ukurannya yang juga luas.

Di kolam dewasa seluncuran tinggi yang melingkar berikut wahana ember tumpah. Banyak juga saung dan tempat duduk di sekeliling kolam, bagi yang hanya ingin menemani anak bermain air di sana.

Di bagian belakang area kolam renang, terdapat playground di hamparan rumput hijau yang luas. Ada juga yang membawa tikar dari rumah dan piknik bersama keluarga di tepian kolam.

Selesai renang, kami kembali ke tenda untuk bergegas check in di hotel yang sudah kami booking sebelumnya.

Tidak rela rasanya meninggalkan indahnya ranca upas, semoga suatu saat bisa kembali berkemah lagi di Ranca Upas untuk waktu yang lebih lama dan tidak dalam musim hujan hehe.

Berikut beberapa foto selama di Ranca Upas

Semoga cerita mengenai pengalaman pertama kami berkemah bermanfaat, khususnya bagi yang ingin ke Ranca Upas…

Nantikan cerita kami selanjutnya ya 😉

*) Untuk yang mau sharing atau tanya sesuatu bisa follow instagram @diaryofalfarabi supaya bisa menambah pertemanan dan menjalin silaturahmi diantara kita semua 😂

See You When I See You 💞

2 thoughts on “Kemah Ceria di Ranca Upas”

  1. Hai bu, Bulan depan aku ada rencana camping di ranca upas. Tapi bawa tenda dan perlengkapan sendiri apakah memungkinkan?
    Dan rencananya mau naik kereta dari jkt, dan sewa motor utk perjalanan ke ranca upas.
    Kira-kira perjalanan dari stasiun bandung ke ranca upas berapa lama ya bu?

    Thank you 🙂

    Like

    1. Hallo salam kenal mba, iya bisa kok bawa tenda dan semua perlengkapan camping sendiri. Cuma agak repot kali ya kalau naik motor, tapi gpp disitu kan serunya hehe. Perjalanan pastinya saya lupa karena sdh lumayan lama, mungkin sekitar 1- 2 jam paling lama, tanpa berhenti istirahat tapi jalannya santai yaa

      Like

Leave a comment